PENDAHULUAN
Pekerjaan Auditor dalam membentuk opini atas laporan keuangan
terutama terdiri dari mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai asersi
laporan keuangan. (Guy, Dan, et al, 2002). Tujuan auditor adalah mengumpulkan
bukti-bukti yang cukup kompeten untuk memberikan dasar yang masuk akal bagi
suatu opini atau pendapat berkaitan dengan laporan keuangan.
Dalam laporan audit yang dihasilkan
auditor, secara eksplisit auditor menyatakan bahwa dia mengakui konsep risiko
dan materialitas. Pun dalam PSA no.25, diberikan pedoman bagi auditor dalam
mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan
audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia.
Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar
auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta
tercermin dalam laporan audit bentuk baku. Risiko audit dan materialitas,
bersama dengan hal-hal lain,perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat,
dan luas prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
PSA seksi 311,01
menyatakan bahwa pekerjaan audit harus direrncanakan dengan matang dan jika
dipergunakan asisten maka harus dilakukan supervisi yang memadai. Perencanaan
audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit
yang diharapkan. Sifat lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran
dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang
bisnis entitas.
Dengan demikian auditor harus
merencanakan pekerjaan auditnya sebaik-baiknya, sehingga kemungkinan menanggung
Risiko yang besar dapat dihindari, sehingga pertimbangan yang diambil untuk
menyatakan opini yang sesuai dapat dipertanggungjawabkan.
Risiko audit (audit risk) merupakan
Risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian
atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Risiko bisnis (business risk) merupakan risiko
dimana auditor akan menderita kerugian atau merugikan dalam melakukan praktik
profesinya akibat proses pengadilan atau penolakan publik dalam hubungannya
dengan audit.
Pengguna laporan keuangan merupakan
unsur utama dalam risiko bisnis. Untuk menentukan tingkat kepastian yang
diperlukan, auditor terlebih dahulu harus mengidentifikasi pengguna potensial
laporan keuangan. Jumlah pengguna laporan keuangan yang lebih besar akan
meningkatkan risiko bisnis dan dapat meningkatkan tingkat kepastian yang
diinginkan auditor.
SAS No. 47,
tentang Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit (AU 312), meminta
auditor untuk menilai risiko audit. SAS No. 47, juga menjelaskan bahwa risiko
salah saji (misstatement) yang material dalam laporan keuangan yang
disebabkan oleh penipuan merupakan bagian dari risiko audit dan meminta auditor
secara khusus menilai risiko tersebut.
Perkembangan
kegiatan bisnispun ternyata mampu mempengaruhi dan membawa perubahan paradigma
pelaksanaan audit dari pendekatan dengan pengendalian ke pendekatan audit
berdasarkan Risiko (Pemeriksa No. 93, 2003). Pergeseran fokus audit dari
pengendalian ke risiko telah membuat suatu revolusi yang besar dalam pendekatan
audit masa kini.
PEMBAHASAN
1. Definisi Audit
Risk.
Resiko audit didefinisikan sebagai probabilitas dikeluarkannya
pendapat yang tidak tepat terhadap laporan keuangan oleh karena adanya
kesalahan yang materil yang tidak dapat diketemukan dalam pemeriksaan.
Definisi ini dapat juga diperluas sehingga mencakup
kemungkinan-kemungkinan:
-
Pemberian laporan tanpa pendapat (disclaimer opinion)
-
Pendapat setuju dengan pengecualian (qualified opinion)
-
Pendapat tidak setuju (adverse opinion)
Resiko audit berbeda dengan resiko usaha. Resiko usaha adalah
kemungkinan akuntan menderita kerugian yang mengancam eksistensi usahanya
sebagai kantor akuntan. Walaupun demikian resiko audit sangat mempengaruhi
resiko usaha kantor akuntan, dalam arti apabila akuntan dalam mengeluarkan
laporannya berbeda dengan keadaan sebenarnya tentu resiko usahanya lebih
tinggi.
2. Determinan Audit Risk
Ada dua komponen resiko yang dapat mengakibatkan pemberian
pendapat-pendapat yang tidak tepat, yakni:
1.
Kemungkinan terjadinya kesalahan materil dalam proses Akuntansi.
Determinan dari pada jenis resiko ini berada diluar kontrol
Akuntan pemeriksa. Cara langsung untuk megontrol jenis resiko ini adalah dengan
menolak penugasan yang diberikan. Ada tiga determinan
yang menyebabkan terjadinya kesalahan materil dalam proses akuntansi, yaitu:
a. Integritas
management
Faktor ini merupakan faktor yang
terpenting dari pada faktor yang lain, dan faktor ini pulalah yang sulit untuk
diketemukan. Ada beberapa sebab kenapa management, ingin membuat laporan
keuangan yang salah dari sebab-sebab pribadi sampai dengan untuk mncapai
tujuan-tujuan tertentu melalui laporan keuangan yang salah tersebut.
b. Kuatnya
sistem pengendalian intern perusahaan.
Sistem pengendalian intern yang baik
merupakan dasar dari dapat dipercaya laporan keuangan yang dihasilkan oleh
sistem tersebut. Oleh karena makin kompleksnya sistem akuntansi, faktor ini
menjadi semakin penting sebagai cara untuk mengetahui resiko kesalahan materil,
sehingga banyak kantor akuntan yang menitik beratkan pada penilaian sistem
pengendalian intern ini dalam pemeriksaannya.
c. Kondisi perekonomian
perusahaan
Pada umumnya perusahaan yang sedang
mengalami tekanan ekonomi akan merupakan klien dengan resiko pemeriksaan,
misalnya, masalah mengenai apakah perlu mengeluarkan pendapat setuju dengan
pengecualian terhadap suatu perushaan yang kelangsungan hidupnya (azas going
concer) sangat tergantung pada kemampuan perusahaan tersebut untuk menunda
jangka waktu pembayaran hutangnya akan merupakan pengambilan keputusan dengan
resiko tinggi.
2. Kemungkinan tidak
diketemukannya kesalahan materil tersebut dalam pemeriksaan.
Komponen dari
resiko ini sepenuhnya berada dibawah kontrol Akuntan pemeriksa. Kemungkinan
Akuntan pemeriksa tidak dapat menemukan kesalahan materil tergantung pada dua
determinan, yaitu:
a. Resiko
Sampling
adalah resiko yang disebabkan karena
Akuntan pemeriksa tidak melakukan pemeriksaan dengan sepenuhnya, resiko
sampling ini tergantung kepada:
- materiality
- ketepatan yang diinginkan (desired
precision).
- jumlah sample yang
diambil dan tingkat kepercayaan yang diinginkan (desired convidence level).
Untuk sample yang dipilih secara random,
resiko sampling ini dapat ditentukan secara pasti. Untuk sample yang dipilih
secara non random resiko sampling tidak dapat ditentukan secara pasti.
b. Resiko non
sampling.
adalah resiko yang disebabkan oleh
karena perbedaan interprestasi atau akumulasi dari hasil pengujian.
Resiko non sampling ini dapat dibagi
menjadi dua komponen yaitu:
a. dari segi Akuntan pemeriksa.
b. dari segi bukan Akuntan pemeriksa.
Komponen dari segi bukan Akuntan
pemeriksa biasanya datang dari pihak ketiga atau management. Akuntan pemeriksa
dapat secara tidak langsung mengontrol kesalahan non sampling yang disebabkan
oleh pihak lain dengan menggunakan prosedur pemeriksaan yang lain. Resiko non
sampling yang berasal dari Akuntan pemeriksa biasanya disebabkan karena
perencanaan dengan supervisi yang tidak cukup, kurangnya integritas sedangkan
yang sebenarnya dapat diterima kewajarannya.
c. Resiko Beta
atau Resiko Incorrect Acceptance.
Resiko ini
sangat berbahaya yaitu resiko yang timbul apabila kita menarik kesimpulan dari sample
bahwa laporan keuangan adalah wajar yang sebenarnya tidak wajar.
3.
Jenis Resiko Utama Dalam Praktek Audit di Indonesia
Terdapat 3 jenis resiko utama yang
umumnya dihadapi dalam praktek audit di Indonesia. Ketiga jenis resiko tersebut
meliputi : tuntutan (litigation), kecurangan (fraud), dan opini
audit yang tidak sesuai yang disebabkan karena salah saji material informasi
keuangan dan pengungkapan yang tidak memadai.
1. Litigation
: makin meningkatnya tanggung jawab hukum dalam menerbitkan opini audit
yang sesuai. Auditor tidak bisa lagi seenaknya memberikan opini, karena
masyarakat makin sensitif terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
auditor. Auditor perlu memikirkan kerugian dan sanksi-sanksi yang harus dihadapi,
jika sampai terkena tuntutan (litigation).
2.
Fraud : Konsekuensi yang harus dihadapi jika terjadi
kecurangan-kecurangan yang tidak mampu terdeteksi oleh auditor selama melakukan
penugasan, dan ternyata kecurangan tersebut ditemukan oleh pihak lain.
Kecurangan yang dapat ditemukan selama penugasan disisi lain juga menimbulkan
resiko tersendiri bagi auditor.
3. Opini audit
yang tidak sesuai yang disebabkan karena salah saji material informasi keuangan
dan pengungkapan yang tidak memadai. Opini yang tidak sesuai akan berakibat
fatal bagi auditor apalagi jika opini tersebut dijadikan dasar untuk
pengambilan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan. Agar auditor terhindar
dari resiko semacam ini auditor perlu menjaga mutu pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan. Auditor perlu menegaskan dalam engagement letter batas-batas
tanggung jawab auditor, dan bahwa auditor tidak ikut bertanggung jawab terhadap
salah saji material yang dilakukan oleh pihak manajemen.
3.1 Pentingnya mengelola resiko (risk
management)
Dampak globalisasi disegala yang
bidang didukung oleh kemajuan teknologi informasi telah mendorong percepatan
informasi. Negara-negara diwilayah Asia yang semula tidak terlalu
mempermasalahkan hukum, telah melihat penerapan hukum yang terjadi di negara
lain khususnya negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia. Hal
ini mendorong mereka makin sadar akan adanya tanggung jawab hukum yang dapat
dituntut dari auditor Tuntutan kepada akuntan publik dirasakan makin besar
dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya.
Profesi auditor
harus mewaspadai perkembangan ini. Salah langkah sedikit saja akan berakibat
fatal pada kelangsungan profesi mereka. Kerugian-kerugian yang dapat dialami
berkaitan dengan resiko diantaranya masalah reputasi, kehilangan klien,
kehilangan hak untuk praktek dan kerugian keuangan . Auditor yang memiliki
reputasi yang buruk akan dihindari oleh klien, dengan demikian kesempatan untuk
melakukan praktek juga terhambat dan pada akhirnya akan bermuara pada kerugian
keuangan.
Selain kerugian
yang akan dialami jika mengabaikan pengelolaan resiko, auditor juga harus
menganggung berbagai biaya (cost) yang berkaitan dengan resiko. Biaya
kerugian yang diderita dapat bersifat tangible misalnya : legal
defense, asuransi, rework, denda, dan biaya yang bersifat intangible
diantaranya : bad publicity, loss of clients dan loss
of reputation. Biaya yang bersifat intangible biasanya lebih berat
bagi auditor karena berdampak terhadap kelangsungan profesi
mereka.
3.2
Proses Untuk Mengendalikan atau Memindahkan Resiko
Resiko-resiko di atas memang tidak
dapat dihindari oleh auditor, tetapi paling
tidak auditor dapat melakukan proses untuk mengendalikan atau
memindahkan resiko yang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan
yang komprehensif dan melalui penetapan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang sesuai.
Pendekatan
komprehensif dilakukan terhadap setiap jenis pekerjaan dari setiap individu
yang ada dalam tim audit. Supervisi harus benar-benar dilakukan dengan ketat,
untuk menjaga mutu pekerjaan. Pekerjaan dari masing-masing anggota tim harus
dapat dipertanggungjawabkan, karena mutu pekerjaan dari setiap individu
memberikan kontribusi terhadap mutu keseluruhan pekerjaan. Pendekatan lain yang
dapat dilakukan untuk mengendalikan atau memindahkan resiko adalah dengan cara
menyusun kebijakan dan prosedur yang memadai. Kebijakan dan prosedur tersebut
dapat dilakukan sejak saat menerima pekerjaan (job acceptance) dan pada
saat pelaksanaan pekerjaan (job execution).
1. Job
Acceptance
Resiko yang
dihadapi auditor dimulai pada saat proses memutuskan menerima penugasan yang
ditawarkan oleh klien. Dalam memutuskan untuk menerima atau menolak tawaran
penugasan dari klien, auditor perlu memperhatikan halhal berikut :
Cakupan
Penugasan ( Scope of Practice) :
Auditor harus
mempertimbangkan keahlian yang dimiliki dalam memutuskan menerima tawaran
penugasan dari klien. Selain itu masalah regulasi perlu menjadi perhatian
auditor. Auditor harus menghindarkan diri agar tidak melanggar rambu-rambu yang
ditetapkan misalnya aturan mengenai independensi.
Keinginan
auditor untuk menjalin bisnis dengan klien : Auditor perlu melakukan due
diligence untuk mengetahui latar belakang perusahaan yang memberikan
penugasan. Masalah-masalah ekonomi juga perlu mendapat perhatian secara khusus,
termasuk kesesuaian dengan strategi perusahaan. Lebih lanjut auditor perlu
meninjau kembali tingkat keberaniannya untuk melakukan hubungan bisnis dengan
perusahaan tersebut, setelah mempertimbangkan berbagai resiko yang akan
dihadapi.
2. Pelaksanaan
Pekerjaan (Job Execution)
Sebelum memulai
pelaksanaan pekerjaan perlu engagement letter yang berisi hak-hak
auditor, pencapaian-pencapaian yang diinginkan dan batasan-batasan penugasan
yang dilakukan oleh auditor. Auditor juga harus mengetahui isu-isu yang
berkaitan dengan perusahaan dimana auditor akan melakukan penugasan. Auditor
perlu mengkonsultasikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penugasan
kepada pihak manajemen, sehingga manajemen akan turut serta memikirkan jalan
keluar yang tidak merugikan masing-masing pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar