Rabu, 05 Juni 2013

makalah audit


PENDAHULUAN

Pekerjaan Auditor dalam membentuk opini atas laporan keuangan terutama terdiri dari mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai asersi laporan keuangan. (Guy, Dan, et al, 2002). Tujuan auditor adalah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kompeten untuk memberikan dasar yang masuk akal bagi suatu opini atau pendapat berkaitan dengan laporan keuangan.
            Dalam laporan audit yang dihasilkan auditor, secara eksplisit auditor menyatakan bahwa dia mengakui konsep risiko dan materialitas. Pun dalam PSA no.25, diberikan pedoman bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.

Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan audit bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain,perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
PSA seksi 311,01 menyatakan bahwa pekerjaan audit harus direrncanakan dengan matang dan jika dipergunakan asisten maka harus dilakukan supervisi yang memadai. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas.
           
            Dengan demikian auditor harus merencanakan pekerjaan auditnya sebaik-baiknya, sehingga kemungkinan menanggung Risiko yang besar dapat dihindari, sehingga pertimbangan yang diambil untuk menyatakan opini yang sesuai dapat dipertanggungjawabkan.
Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Risiko bisnis (business risk) merupakan risiko dimana auditor akan menderita kerugian atau merugikan dalam melakukan praktik profesinya akibat proses pengadilan atau penolakan publik dalam hubungannya dengan audit.
           
            Pengguna laporan keuangan merupakan unsur utama dalam risiko bisnis. Untuk menentukan tingkat kepastian yang diperlukan, auditor terlebih dahulu harus mengidentifikasi pengguna potensial laporan keuangan. Jumlah pengguna laporan keuangan yang lebih besar akan meningkatkan risiko bisnis dan dapat meningkatkan tingkat kepastian yang diinginkan auditor.
SAS No. 47, tentang Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit (AU 312), meminta auditor untuk menilai risiko audit. SAS No. 47, juga menjelaskan bahwa risiko salah saji (misstatement) yang material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh penipuan merupakan bagian dari risiko audit dan meminta auditor secara khusus menilai risiko tersebut.
Perkembangan kegiatan bisnispun ternyata mampu mempengaruhi dan membawa perubahan paradigma pelaksanaan audit dari pendekatan dengan pengendalian ke pendekatan audit berdasarkan Risiko (Pemeriksa No. 93, 2003). Pergeseran fokus audit dari pengendalian ke risiko telah membuat suatu revolusi yang besar dalam pendekatan audit masa kini.



















PEMBAHASAN
 1. Definisi Audit Risk.

Resiko audit didefinisikan sebagai probabilitas dikeluarkannya pendapat yang tidak tepat terhadap laporan keuangan oleh karena adanya kesalahan yang materil yang tidak dapat diketemukan dalam pemeriksaan.
Definisi ini dapat juga diperluas sehingga mencakup kemungkinan-kemungkinan:
- Pemberian laporan tanpa pendapat (disclaimer opinion)
- Pendapat setuju dengan pengecualian (qualified opinion)
- Pendapat tidak setuju (adverse opinion)
Resiko audit berbeda dengan resiko usaha. Resiko usaha adalah kemungkinan akuntan menderita kerugian yang mengancam eksistensi usahanya sebagai kantor akuntan. Walaupun demikian resiko audit sangat mempengaruhi resiko usaha kantor akuntan, dalam arti apabila akuntan dalam mengeluarkan laporannya berbeda dengan keadaan sebenarnya tentu resiko usahanya lebih tinggi.

2. Determinan Audit Risk
Ada dua komponen resiko yang dapat mengakibatkan pemberian pendapat-pendapat yang tidak tepat, yakni:

1. Kemungkinan terjadinya kesalahan materil dalam proses Akuntansi.
Determinan dari pada jenis resiko ini berada diluar kontrol Akuntan pemeriksa. Cara langsung untuk megontrol jenis resiko ini adalah dengan menolak penugasan yang diberikan. Ada tiga determinan yang menyebabkan terjadinya kesalahan materil dalam proses akuntansi, yaitu:
a. Integritas management
Faktor ini merupakan faktor yang terpenting dari pada faktor yang lain, dan faktor ini pulalah yang sulit untuk diketemukan. Ada beberapa sebab kenapa management, ingin membuat laporan keuangan yang salah dari sebab-sebab pribadi sampai dengan untuk mncapai tujuan-tujuan tertentu melalui laporan keuangan yang salah tersebut.
b. Kuatnya sistem pengendalian intern perusahaan.
Sistem pengendalian intern yang baik merupakan dasar dari dapat dipercaya laporan keuangan yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Oleh karena makin kompleksnya sistem akuntansi, faktor ini menjadi semakin penting sebagai cara untuk mengetahui resiko kesalahan materil, sehingga banyak kantor akuntan yang menitik beratkan pada penilaian sistem pengendalian intern ini dalam pemeriksaannya.
c. Kondisi perekonomian perusahaan
Pada umumnya perusahaan yang sedang mengalami tekanan ekonomi akan merupakan klien dengan resiko pemeriksaan, misalnya, masalah mengenai apakah perlu mengeluarkan pendapat setuju dengan pengecualian terhadap suatu perushaan yang kelangsungan hidupnya (azas going concer) sangat tergantung pada kemampuan perusahaan tersebut untuk menunda jangka waktu pembayaran hutangnya akan merupakan pengambilan keputusan dengan resiko tinggi.

2. Kemungkinan tidak diketemukannya kesalahan materil tersebut dalam pemeriksaan.

Komponen dari resiko ini sepenuhnya berada dibawah kontrol Akuntan pemeriksa. Kemungkinan Akuntan pemeriksa tidak dapat menemukan kesalahan materil tergantung pada dua determinan, yaitu:
a. Resiko Sampling
adalah resiko yang disebabkan karena Akuntan pemeriksa tidak melakukan pemeriksaan dengan sepenuhnya, resiko sampling ini tergantung kepada:
- materiality
- ketepatan yang diinginkan (desired precision).
- jumlah sample yang diambil dan tingkat kepercayaan yang diinginkan (desired convidence level).
Untuk sample yang dipilih secara random, resiko sampling ini dapat ditentukan secara pasti. Untuk sample yang dipilih secara non random resiko sampling tidak dapat ditentukan secara pasti.
b. Resiko non sampling.
adalah resiko yang disebabkan oleh karena perbedaan interprestasi atau akumulasi dari hasil pengujian.
Resiko non sampling ini dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu:
a. dari segi Akuntan pemeriksa.
b. dari segi bukan Akuntan pemeriksa.
Komponen dari segi bukan Akuntan pemeriksa biasanya datang dari pihak ketiga atau management. Akuntan pemeriksa dapat secara tidak langsung mengontrol kesalahan non sampling yang disebabkan oleh pihak lain dengan menggunakan prosedur pemeriksaan yang lain. Resiko non sampling yang berasal dari Akuntan pemeriksa biasanya disebabkan karena perencanaan dengan supervisi yang tidak cukup, kurangnya integritas sedangkan yang sebenarnya dapat diterima kewajarannya.
c. Resiko Beta atau Resiko Incorrect Acceptance.

Resiko ini sangat berbahaya yaitu resiko yang timbul apabila kita menarik kesimpulan dari sample bahwa laporan keuangan adalah wajar yang sebenarnya tidak wajar.

3. Jenis Resiko Utama Dalam Praktek Audit di Indonesia

            Terdapat 3 jenis resiko utama yang umumnya dihadapi dalam praktek audit di Indonesia. Ketiga jenis resiko tersebut meliputi : tuntutan (litigation), kecurangan (fraud), dan opini audit yang tidak sesuai yang disebabkan karena salah saji material informasi keuangan dan pengungkapan yang tidak memadai.
1. Litigation : makin meningkatnya tanggung jawab hukum dalam menerbitkan opini audit yang sesuai. Auditor tidak bisa lagi seenaknya memberikan opini, karena masyarakat makin sensitif terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh auditor. Auditor perlu memikirkan kerugian dan sanksi-sanksi yang harus dihadapi, jika sampai terkena tuntutan (litigation).
2. Fraud : Konsekuensi yang harus dihadapi jika terjadi kecurangan-kecurangan yang tidak mampu terdeteksi oleh auditor selama melakukan penugasan, dan ternyata kecurangan tersebut ditemukan oleh pihak lain. Kecurangan yang dapat ditemukan selama penugasan disisi lain juga menimbulkan resiko tersendiri bagi auditor.
3. Opini audit yang tidak sesuai yang disebabkan karena salah saji material informasi keuangan dan pengungkapan yang tidak memadai. Opini yang tidak sesuai akan berakibat fatal bagi auditor apalagi jika opini tersebut dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan. Agar auditor terhindar dari resiko semacam ini auditor perlu menjaga mutu pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan. Auditor perlu menegaskan dalam engagement letter batas-batas tanggung jawab auditor, dan bahwa auditor tidak ikut bertanggung jawab terhadap salah saji material yang dilakukan oleh pihak manajemen.

3.1 Pentingnya mengelola resiko (risk management)
            Dampak globalisasi disegala yang bidang didukung oleh kemajuan teknologi informasi telah mendorong percepatan informasi. Negara-negara diwilayah Asia yang semula tidak terlalu mempermasalahkan hukum, telah melihat penerapan hukum yang terjadi di negara lain khususnya negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia. Hal ini mendorong mereka makin sadar akan adanya tanggung jawab hukum yang dapat dituntut dari auditor Tuntutan kepada akuntan publik dirasakan makin besar dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya.

Profesi auditor harus mewaspadai perkembangan ini. Salah langkah sedikit saja akan berakibat fatal pada kelangsungan profesi mereka. Kerugian-kerugian yang dapat dialami berkaitan dengan resiko diantaranya masalah reputasi, kehilangan klien, kehilangan hak untuk praktek dan kerugian keuangan . Auditor yang memiliki reputasi yang buruk akan dihindari oleh klien, dengan demikian kesempatan untuk melakukan praktek juga terhambat dan pada akhirnya akan bermuara pada kerugian keuangan.

Selain kerugian yang akan dialami jika mengabaikan pengelolaan resiko, auditor juga harus menganggung berbagai biaya (cost) yang berkaitan dengan resiko. Biaya kerugian yang diderita dapat bersifat tangible misalnya : legal defense, asuransi, rework, denda, dan biaya yang bersifat intangible diantaranya : bad publicity, loss of clients dan loss of reputation. Biaya yang bersifat intangible biasanya lebih berat bagi auditor karena berdampak terhadap kelangsungan profesi
mereka.

3.2 Proses Untuk Mengendalikan atau Memindahkan Resiko
            Resiko-resiko di atas memang tidak dapat dihindari oleh auditor, tetapi paling  tidak auditor dapat melakukan proses untuk mengendalikan atau memindahkan resiko yang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan yang komprehensif dan melalui penetapan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang sesuai.

Pendekatan komprehensif dilakukan terhadap setiap jenis pekerjaan dari setiap individu yang ada dalam tim audit. Supervisi harus benar-benar dilakukan dengan ketat, untuk menjaga mutu pekerjaan. Pekerjaan dari masing-masing anggota tim harus dapat dipertanggungjawabkan, karena mutu pekerjaan dari setiap individu memberikan kontribusi terhadap mutu keseluruhan pekerjaan. Pendekatan lain yang dapat dilakukan untuk mengendalikan atau memindahkan resiko adalah dengan cara menyusun kebijakan dan prosedur yang memadai. Kebijakan dan prosedur tersebut dapat dilakukan sejak saat menerima pekerjaan (job acceptance) dan pada saat pelaksanaan pekerjaan (job execution).
1. Job Acceptance
Resiko yang dihadapi auditor dimulai pada saat proses memutuskan menerima penugasan yang ditawarkan oleh klien. Dalam memutuskan untuk menerima atau menolak tawaran penugasan dari klien, auditor perlu memperhatikan halhal berikut :
Cakupan Penugasan ( Scope of Practice) :
Auditor harus mempertimbangkan keahlian yang dimiliki dalam memutuskan menerima tawaran penugasan dari klien. Selain itu masalah regulasi perlu menjadi perhatian auditor. Auditor harus menghindarkan diri agar tidak melanggar rambu-rambu yang ditetapkan misalnya aturan mengenai independensi.
Keinginan auditor untuk menjalin bisnis dengan klien : Auditor perlu melakukan due diligence untuk mengetahui latar belakang perusahaan yang memberikan penugasan. Masalah-masalah ekonomi juga perlu mendapat perhatian secara khusus, termasuk kesesuaian dengan strategi perusahaan. Lebih lanjut auditor perlu meninjau kembali tingkat keberaniannya untuk melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan tersebut, setelah mempertimbangkan berbagai resiko yang akan dihadapi.
2. Pelaksanaan Pekerjaan (Job Execution)
Sebelum memulai pelaksanaan pekerjaan perlu engagement letter yang berisi hak-hak auditor, pencapaian-pencapaian yang diinginkan dan batasan-batasan penugasan yang dilakukan oleh auditor. Auditor juga harus mengetahui isu-isu yang berkaitan dengan perusahaan dimana auditor akan melakukan penugasan. Auditor perlu mengkonsultasikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penugasan kepada pihak manajemen, sehingga manajemen akan turut serta memikirkan jalan keluar yang tidak merugikan masing-masing pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar